Wednesday, January 3, 2018

FRAUD


A. Definisi Fraud
Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak dalam organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai atau agen.
Definisi lainnya:
1. New World Dictionary
Mendefinisikan fraud sebagai kecurangan yang disengaja sehingga orang lain menyerahkan barang atau hak.
2. The Association of Fraud Examiners
Mendefinisikan fraud sebagai penggunaan jabatan untuk memperkaya diri dengan cara sengaja menggunakan sumber daya atau aset perusahaan dengan cara tidak benar.
3. The Federal Bureau of Investigation
Mendefinisikan fraud sebagai proses mendapatkan uang atau barang dengan cara curang, termasuk pencurian dengan menggunakan cek kosong diluar pemalsuan.



4. The Australian Institute of Criminology
Mendefinisikan fraud sebagai perilaku curang dan tidak jujur untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain menyimpang dari prinsip keadilan.

B. Unsur-unsur Dasar Fraud
1. Niat, maksudnya secara sengaja melakukan perbuatan jahat, atau upaya untuk menipu orang lain.
2. Menyamarkan, maksudnya manipulasi atau misrepresentasi.
3. Kepercayaan, maksudnya memanfaatkan keteledoran atau kecerobohan orang lain.
4. Penyembunyian, maksudnya membuat korban fraud tidak mengetahui atau peduli atas kejadian tersebut.
5. Keahlian, maksudnya kemampuan untuk menggunakan teknik fraud secara efektif.

C. Klasifikasi Fraud
1. Berdasarkan pencatatan (pencurian asset)
a. Terbuka dalam pembukuan (fraud open on the books).
b. Duplikasi pembayaran yang tercantum dalam catatan akuntansi.
c. Tampak pada buku tapi tersembunyi di antara catatan akuntansi yg valid (fraud hidden on the books).
d. Tidak tampak dalam pembukuan (fraud off the books).
e. Pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukuan (write off).
2. Berdasarkan frekuensi
a. Tidak berulang (non-repeating fraud) = pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan.
b. Berulang (repeating fraud) = pembulatan ke bawah atas selisih saldo tabungan dan memindahkannya ke rekening tertentu (terkait dengan program aplikasi komputer).
3. Berdasarkan konspirasi
a. Terjadi konspirasi atau kolusi
b. Tidak terdapat konspirasi
c. Terdapat konspirasi parsial
4. Berdasarkan keunikan
a. Fraud khusus (specialized fraud) = pengambilan aset yang disimpan pada lembaga keuangan, klaim asuransi yang tidak benar.
b. Fraud umum (garden varieties of fraud) = penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian yang lebih tinggi dari kebutuhan, pembayaran ganda.
5. Berdasarkan pelaku
a. Fraud yang dilakukan terhadap organisasi (fraud committed against an organization) = dilakukan pegawai karena kedudukannya bisa eksekutif, manajer atau pegawai biasa.
Ciri-cirinya :
 dilakukan sembunyi-sembunyi;
 melanggar kepercayaan organisasi;
 untuk keuntungan pelaku;
 membebani asset, pendapatan atau cadangan yang dimiliki perusahaan.
Fraud yang dilakukan untuk kepentingan organisasi (fraud behalf of an organization ) dilakukan oleh top management, contohnya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Pihak yang dirugikan adalah pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak yang yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan.

D. Kondisi Penyebab Terjadinya Fraud
Secara teoritis, kondisi pokok yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak perbuatan fraud yaitu sebagai berikut :


1. Kondisi lingkungan individu
Lingkungan individu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap kemungkinan terjadinya fraud. Penelitian menunjukkan bahwa fraud terjadi sebagai akibat kombinasi antara tekanan yang dialami individu (seseorang) dengan lingkungan yang memungkinkan seseorang atau kelompok untuk melakukan kecurangan.
Keadaan dan sifat atau karakter individu atau seseorang yang mempengaruhinya untuk melakukan fraud antara lain sebagai berikut :
a. Sifat tamak dan ingin mengejar kemewahan.
b. Moral yang kurang kuat dalam menghadapi godaan.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
d. Adanya kebutuhan yang mendesak yang tidak dapat diatasi dengan usaha atau penghasilan normal.
e. Malas atau tidak mau bekerja keras.
f. Ajaran agama yang tidak (kurang) diterapkan secara benar.
2. Kondisi lingkungan organisasi atau perusahaan tempatnya bekerja
Seseorang untuk melakukan fraud antara lain sebagai berikut :
a. Kurang adanya teladan dari pimpinan.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang baik.
c. Sistem akuntabilitas yang kurang memadai.
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
e. Adanya kecenderungan dari manajemen untuk menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasinya.
3. Kondisi lingkungan masyarakat tempat individu dan organisasi berada
Mempengaruhi seseorang untuk melakukan fraud antara lain sebagai berikut :
a. Nilai yang berlaku di masyarakat yang ternyata kondusif untuk terjadinya fraud.
b. Budaya yang menilai keberhasilan seseorang dari tingkat materi (kekayaan) yang dimilikinya.
c. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kerugian yang harus ditanggungnya akibat dari praktek fraud yang terjadi.
d. Kurangnya kesadaran masyarakat akan perannya dalam mencegah dan memberantas yang menjadi pendorong terjadinya fraud.
4. Pengaruh peraturan perundang-undangan terhadap praktek fraud
Terjadi karena hal berikut :
a. Adanya peraturan perundang-undangan monopolistik.
b. Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai.
c. Peraturan kurang disosialisasikan.
d. Sanksi atas pelanggaran aturan terlalu ringan.
e. Adanya peraturan yang tumpang tindih.
f. Pembuat aturan dapat disuap.
g. Ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum dan peraturan perundangan yang ada.
5. Faktor intern organisasi atau perusahaan
Beberapa faktor intern perusahaan yang dapat menciptakan peluang terjadinya fraud antara lain sebagai berikut :
1. Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
a. Manajemen tidak menekankan pentingnya peran sistem pengendalian manajemen.
b. Manajemen tidak menindak pelaku fraud.
c. Manajemen tidak mengambil sikap terhadap adanya conflict of interest.
d. Manajemen kurang peduli pada masalah keuangan yang dihadapi karyawan.
e. Manajemen kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan.
f. Para eksekutif menunjukkan sikap hidup mewah.
g. Internal auditor tidak mempunyai kewenangan untuk menyelidiki kegiatan para eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang sangat besar.
h. Manajemen sendiri aktif melakukan fraud.
2. Gaji atau pendapatan yang diberikan perusahaan tidak cukup kompetitif dibandingkan dengan gaji di perusahaan lain yang sejenis.

6. Gone Theory
Gone Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologne menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan meliputi hal-hal berikut :
1. Greedy (keserakahan), berkaitan dengan adanya prilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau lingkungan masyarakat yang sedemikian rupa sehingga membuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan), berkaitan dengan kebutuhan seseorang/individu untuk dapat hidup secara wajar atau yang diinginkan.
4. Exposure (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang akan dihadapi oleh seseorng apabila ditemukan melakukan fraud.

E. Penggolongan Fraud
Fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh orang dari dalam atau dari luar organisasi, dengan maksud untuk memperkaya atau mendapatkan keuntungan diri sendiri, orang lain, atau badan hukum lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Fraud dapat digolongkan menurut korbannya, menurut pelakunya, dan menurut akibat hukumnya.
1. Ditinjau dari korbannya
Fraud dapat dibedakan antara fraud yang  mengakibatkan kerugian di dalam entitas organisasi dan yang mengakibatkan kerugian pihak lain.
1) Fraud yang mengakibatkan kerugian di dalam organisasi dapat dilakukan oleh orang dalam atau luar organisasi misalnya sebagai berikut :
a. Kecurangan yang dilakukan oleh rekanan atau pemasok dengan cara mengirim barang kurang dari yang seharusnya, atau merendahkan kualitas barang yang dikirim, atau melakukan penagihan ganda.
b. Manipulasi dengan menciptakan piutang fiktif atau meninggikan jumlahnya yang kemudian diperoleh keuntungan pada pembayaran piutang tersebut.
c. Manipulasi dengan meninggikan biaya.
2) Fraud yang mengakibatkan kerugian pihak lain, misalnya berikut ini.
a. Meninggikan nilai asset atau laba perusahaan pada laporan keuangan  sehingga merugikan pemegang saham atau kreditur.
b. Meninggikan (mark up) nilai kontrak sehingga merugikan pemberian kerja.
c. Memperkecil pendapatan atau meninggikan biaya agar laba perusahaan lebih kecil dari yang seharusnya sehingga merugikan negara berupa berkurangnya penerimaan pajak.
d. Melaporkan penjualan eksport yang sebenarnya tidak dilakukan (eksport fiktif) agar PPN masukan lebih kecil dibandingkan PPN keluarannya sehingga dapat merestitusi pajak yang merugikan negara.
2. Ditinjau dari segi pelaku
Fraud dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Kecurangan manajemen yang biasa disebut kejahatan kerah putih (white collar crime),yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang penting atau orang yang status sosialnya tinggi dan dilakukan dalam rangka pekerjaannya. Kejahatan kerah putih melibatkan suatu pelangaran tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dengan cara melakukan tindakan /perbuatan atau menghilangkan dengan tersamar atau dengan jelas dalam suatu kecurangan yang disengaja, pencurian, atau penyelewengan dari suatu harta yang dipercayakan kepadanya.
2. Kecurangan karyawan, yakni tindakan tidak jujur yang dilakukan karyawan yang berkaitan dengan kerugian dari entitas organisasinya meskipun manajemen telah menetapkan langkah pencegahan.
3. Kecurangan dari luar organisasi, yaitu yang dilakukan oleh pemasok, leveransir kontraktor, dan sebagainya sehubungan dengan penyerahan pekerjaan, barang, atau jasa yang merugikan penerimaannya.
4. Kecurangan yang melibatkan orang luar dan orang dalam organisasi melalui kerja sama yang tidak sehat (kolusi).
3. Ditinjau dari akibat hukum
1. Merupakan tindak Pidana Khusus (dahulu UU No.3 Tahun 1971, sekarang UU No.31 Tahun 1999).
2. Merupakan Tindak Pidana Umum (diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
3. Merupakan Kasus Perdata (unsur melanggar hukum diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

F. Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Pendeteksian Kecurangan
Menurut Tri Ramaraya (2008) terdapat beberapa faktor-faktor penyebab kegagalan pendeteksian kecurangan (fraud) yaitu :
1. Karakteristik terjadinya kecurangan
Terjadinya kecurangan sebenarnya berbeda dengan kekeliruan. Menurut Loebbecke et al. (1989), kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian (concealment). Penyembunyian itu terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang berhubungan, dan hal ini juga berhubungan dengan tanggapan pelaku kecurangan atas permintaan auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor meminta bukti transaksi yang mengandung kecurangan, dia akan menipu dengan memberi informasi palsu atau tidak lengkap. Ketidakmampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan ini ada hubungan dengan keahliannya dibentuk oleh pengalaman yang relevan dengan kecurangan. Kecurangan itu sendiri frekuensi terjadinya jarang dan tidak semua auditor pernah mengalami kasus terjadinya kecurangan, sehingga pengalaman auditor berkaitan dengan kecurangan tidak banyak.

2. Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan
Perubahan SAS No. 53 menjadi SAS No. 82 berusaha mengatasi kelemahan yang ada padaSAS 53. SAS No. 82 meminta penilaian risiko kecurangan dilaku-kan secara eksplisit dan terpisah. Auditor juga diminta untuk mendokumentasikan penilaian risiko kecurangan secara terpisah. Zimbelman (1997) dalam penelitiannya mengatakan standar ini harusnya dapat mengarahkan audit untuk memberi banyak waktu membaca isyarat kecurangan dan merancang rencana audit yang lebih sensitif terhadap risiko kecurangan. Sepertiterbukti dari penelitian Zimbelman ini, SAS No. 82 memang cukup berhasil mengarahkan auditor untuk memperhatikan kecurangan.Perubahan SAS No. 82 menjadi SAS No. 99 banyak menyerap rekomendasi yang diberikan PAE, sehingga merupakan upaya perbaikan yang signifikan dalam standar pengauditan. SAS No. 99 ini dirancang untuk memperluas prosedur audit yang berkenaan dengan kecurangan material pada laporan keuangan. Standar baru ini mempertimbangkan kecurangan secara menyatu dalam proses audit dan secara terus-menerus dimu-takhirkan sampai selesainya audit. Dalam standar ini diuraikan proses dimana auditor (1) menyajikan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan, (2) menilai risikorisiko tersebut setelah mengevaluasi program dan pengendalian oleh entitas dan (3) menanggapi hasil dari penilaian tersebut. Auditor menyajikan dan mempertimbangkan lebih banyak informasi dalam menilai risiko kecurangan daripada yang pernah dialami di masa-masa sebelumnya. Selain itu juga auditor diminta mendokumentasikan penilaian mereka secara eksplisit dalam kertas kerja. SAS No. 99 ini mengingatkan auditor untuk mengatasi kecenderungan alami mereka seperti terlalu percaya pada representasi klien dan bias dan pendekatan audit mereka dengan sikap skeptis dan pikiran yang mempertanyakan. Hal yang penting juga adalah auditor harus menyesampingkan hubungan masa lalu dan tidak menganggap klien jujur.

3. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit
Tekanan-tekanan lingkungan pekerjaaan itu dapat dibagi menjadi atas beberapa hal yang diterangkan di bawah yaitu tekanan kompetisi atas fee, tekanan waktu dan relasi hubungan auditor-auditee.

G. Mengkategorikan Kecurangan
Association of Certified Fraud Examinations (ACFE- 2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
1. Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan nonfinancial. Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut :
a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase
b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentasepersentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan.
c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan.

2. Penyalahgunaan aset (asset misappropriation)
Penyalahagunaan asset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset ainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

3. Korupsi (corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal, dan pemerasan.

H. Langkah-Langkah  yang  Dapat  Dilakukan  Auditor  dalam  Mendeteksi         Fraud 
1. Bagaimana  auditor  dapat  berkomunikasi  dengan  efektif  sehingga  pihak  klien lebih termotivasi untuk  menyumbangkan  informasi  tentang  fraud. Dengan perkataan lain, diskusi ini merupakan langkah awal bagaimana auditor mendapatkan informasi mengenai fraud.
2. Auditor menerapkan unsur unpredictability (tidak dapat ditebak) dalam prosedur auditnya, misalnya mengacak sifat, jadwal dan sampel pengujiannya.
3. Auditor  perlu  mengasah sensivitasnya  akan  hal-hal yang sifatnya tidak  lazim yang boleh jadi merupakan indikasi akan terjadinya fraud. Misalnya memeriksa manual journal entry, auditor melihat adanya angka yang secara ganjil jumlahnya bulat, sewaktu dicek  lebih  lanjut ternyata benar bahwa angka tersebut merupakan angka yang dimarkup dengan cara dibulatkan ke atas. 
4. Dalam  menjalankan  jasa profesionalnya, auditor perlu menerapkan  praktik  - praktik manajemen risiko secara lebih  baik. Sebagai contoh, auditor akan melakukan penilaian, berdasarkan kriteria tertentu,atas hal-hal sebagai berikut: 
a. Apakah auditor dapat menerima suatu entitas sebagai kliennya ?
b. Apakah audito dapat melanjutkan hubungan professional dengan  kliennya  dari  satu periode  ke  periode  berikutnya ?
c. Apakah  auditor dapat  menerima  suatu penugasan  tertentu  dari  kliennya ?
Dengan perkataan lain, bila auditor meragukan integritas  dari  manajemen  suatu entitas, atau berdasarkan pengalaman entitas tersebut rentan  terhadap  fraud, maka auditor dapat memutuskan untuk secara professional tidak  menerima entitas  tersebut sebagai kliennya.

I. Bidang yang Beresiko Tinggi Terkena Fraud
Ada 6 bidang yang beresiko tinggi untuk terkena fraud atau kecurangan , yaitu:
1. Purchasing and payroll Fraud dalam purchasing biasanya dilakukan dengan cara :
a. Kickback atau suap diberikan kepada pihak yang mengurus pembelian sebagai imbalan atas diberikannya kontrak kepada supplier.
b. Invoice palsu yang dibuat sendiri oleh pihak yang mengurus pembelian, kemudian ditagihkan ke perusahaan dan dibayar.
c. Manipulasi data supplier misalnya nomor rekening pembayaran ke supplier diubah ke rekening orang lain.
2. Sales and inventory Fraud dalam jenis ini misalnya :
a. Pencurian inventory baik yang sedang disimpan atau dalam pengiriman.
b. Transaksi penjualan dengan sengaja tidak dicatat atau dikurangi pencatatannya dan uang yang diterima atas penjualan tersebut masuk ke kantong pribadi.
c. Mengurangi atau menghapuskan jumlah utang konsumen atas barang yang sudah dijual secara kredit.
d. Mencatat transaksi penjualan palsu untuk mendapatkan komisi atau bonus terkait dengan penjualan.
e. Memberikan diskon berlebihan kepada konsumen.
3. Cash and check
Kas merupakan asset yang paling sensitif terhadap fraud karena kas kelihatan secara fisik dan relatif lebih mudah dipindah tangankan dibandingkan asset perusahaan yang lain. Fraud atas cek biasanya terjadi ketika terdapat kelemahan dalam proses rekonsiliasi bank.
4. Physical security
Kelemahan dalam physical security dapat menimbulkan asset misa propriation.
5. Hak kekayaan intelektual (HAKI) dan kerahasiaan informasi
Ini terkait dengan fraud dalam pembajakan dan pencurian informasi penting milik perusahaan.
6. Information Technology
IT fraud meliputi hacking, mail-bombing, spamming, domain name hijacking, server takeovers, denial of service, internet money laundering, electronic eavesdropping, electronic vandalism and terrorrism.

J. Pelaku Fraud
Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, meskipun pelaku fraud adalah orang yang dapat dipercaya. Kemungkinan besar suatu fraud terjadi ketika lingkungan pekerjaan integritasnya lemah, pengendaliannya tidak kuat, kehilangan akuntabilitas, atau mendapat tekanan yang besar, maka tidak dapat dipungkiri seseorang akan melakukan ketidakjujuran.
Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan atau pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan karyawan atau pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
K. Korban Fraud
Mengacu pada Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang menjadi korban, fraud dikelompokkan menjadi:
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban. Dalam kategori ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih spesifik;
a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan dari perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset secara langsung dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan, peralatan serta aset – aset lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak langsung dilakukan dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.
b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang melibatkan pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian suatu perusahaan.
c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau organisasi untuk memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya mereka miliki.
2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah pemegang saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan. Fraud yang dilakukan oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan pelaporan keuangan. Manajemen melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan keuangan perusahaan.
3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para pelaku fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.
4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.

No comments:

Post a Comment